Pemikiran radikal dan intesif tentang hakikat manusia



Pemikiran radikal dan intesif tentang hakikat manusia diharapkan mampu memaparkan posisi dan fungsi kehidupan manusia dalam kaitanyan dengan jenis persoalan kependidikan. Mengapa? Karena persoalan pendidikan adalah masalah pembinaan sengala potensi manusia ke arah terbentuknya diri yang cerdas. Adapun diri manusia cerdas, selanjutnya digambarkan sebagai cerdas spiritual, intelektual dan moral ( perilaku). Diasumsikan bahwa tanpa ketiga kecerdasan itu, kelangsungan hidup manusia tidak mungkin. Sehingga apa yang kemudian dapat diharapkan adalah kemapuan untuk mengemangkan kesadaran tebentang hubungan mutlak antara kehidupan manusia dengan pedidikan.
Manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang paling mulia, mengapa dikatakn demikian karena hanya pada manusialah Tuhan memberikan akal budi agar dapat digunakan untuk mengelolah segala kehidupannya. Akal budi yang didapat sebagai hadiah yang indah dari Tuhan itu dilengkapi pada diri manusia agar dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat serta memiliki pemikiran-pemikiran yang baik dan membangun untuk meningkatkan kwalitas kehiduannya.
Namun zaman sekarang manusia sudah hampir tidak bisa di bedakan dengan mahkluk ciptaan lainnya ( tidak berakal budi ), peryantaan ini didukung oleh maraknya kasus-kasus yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya, misalnya pencurian, pemerkosaan, pembunuhan, korupsi dan masih banyak tindakan-tindakan kriminal yang mendukung peryataan diatas kalau manusia sudah keluar dari hakikatnya sebagai mahkluk berakal budi.
Hal-hal diatas seharusnya tidak lagi terjadi, karena dari setiap kita pasti mengalami pembelajaran baik itu bidang formal maupun informal. Setiap pembelajaran yang diberikan dari keluaga maupun dalam institusi pendidikan, seharusnya apa yang telah kita dapat melalui pembelajaran dapat memangkas tingkah laku kita yang dapat merugikan orang lain.
B.     Hakikat pendidikan
1.      Pengertian
Pendidikan adalah segala kegiatan pembelajran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan, berlansung disegala jenis , bentuk dan tingakt lingkungan hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada  didalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran demikian, individu tadi mampu mengubah dan mengembangakan diri menjadi semakin dewasa, cerdas dan matang. Jadi singkatnya, pendidikan merupakan system proses perubahan menuju pendewasaan, pencerdasan dan pematangan diri. Dewasa dalam hal perkembangan badanm cerdas dalam hal perkembangan jiwa dan matang dalam hal berperilaku. Dalam langkah kegiatan pendidikan selanjutnya ketiga sasaran menjadi kerangka pembudayaan kehidupan.
Dalam arti luas, oleh sebab itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah wajib bagi siapa saja, yang ada kapan dan dimana saja. Karena menjadi dewasa, cerdas dan matang adalah hak azasi manusia pada umumnya. Berarti pedidikan memang harus berlangsung disetiap jenis, bentuk dan tingkat lingkungan, mulai dari lingkungan individual, social keluarga, lingkungan masyarakat luas yang berlangsug di sepanjang waktu. Jadi kegiatan pedidikan berlangsung memadati setiap jengkal ruang lingkup kehidupan.
Dalam arti sempit, pendidikan adalah seluruh kegiata belajar yang direncanakan, dengan materi teroragisir, dilaksanakan secara terjadwal dalam system pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasar pada tujuan yang telah ditentutkan. Kegiatan belajar seperti itu dilaksanakan di dalam lembaga pendidikan sekolah. Tujuan utamanya adalah pegembangan potensi intelektual, dalam bentuk penguasaan bidang ilmu khusus dan kecakapan merakit system teknologi. Selanjutnya dengan sumberdaya yang ahli dalam bidang ilmu dan cakap dalam teknologi, diharapkan bisa menjawab berbagai tantangan hidup yang dipastikan bermunculan di kemudian hari di tengah-tengah kehidupan masarakat
Dari kutipan diatas pendidikan secara jelas mempunyai arti untuk merubah diri dari masing-masing individu kearah yang lebih baik. Diantaranya ada beberapa aspek yang akan diraih ketika kita mengeluti dunia pendidikan yaitu aspek jasmani dan rohani, aspek diri ( individualitas ) da aspek social, aspek  kognitif, afektif, dan psikomotor, serta segi serba keterhubungan manusia dengan dirinya ( konsentrasi ), dengan lingkungan sosial dan alamnya..
2.      Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pedidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan.
Tujuan diatas sangatlah indah bila kita maknai dengan baik, tapi sekarang pendidikan sudah tidak sejalan dengan apa yang menjadi tujuannya yaitu memuat nilai-nilai yang baik. Dimana diyakini jika seseorang menganyam pendidikan maka ia akan mengalami perubahan kearah yang baik dan bernilai luhur. Pernyataan yang saya lontarkan berdasarkan apa yang saya amati lewat media cetak maupun media elektronik, para pelaku pendidikan memang unggul dalam kognitif namun mereka lemah dalam bidang afektif. Banyak sekali para petinggi kita yang menyandang banyak gelar kependidikan namun perilaku mereka tidak sejalan dengan pendidikan mereka. Timbul pertanyaan sudah hilangkah makna pendidikan yang sebenarnya?
C.     Pendidikan Karakter
1.      Pengertian pendidikan karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak”.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Jadi pendidikan karakter secara hakiki membahas tentang hal-hal yang mengarah kearah yang baik atau dapa dikatakan pendidikan karakter adalah suatu kegiatan pendidikan yang berfungsi untuk menanamkan nilai-nilai yang baik pada pribadi seseorang.
2.      Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter mempunyai tujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang , sesuai dengan standar satuan pendidikan
Para bapak bangsa (founding fathers) menyadari betapa pentingnya pendidikan karakter sebagai identitas nasional. Oleh karenanya program yang dicanangkan sejak berdirinya Negara kita adalah Pembangunan Nasional dan Karakter (national and character building), namun belum dirumuskan melalui kebijakkan pendidikan karakter. Pelaksanaan pembangunan karakter bangsa lebih mengutamakan semangat persatuan dan kesatuan nasional di tengah konfrontasi antara negara-negara blok liberal dan sosialis. Akhirnya terdistorsi dengan keinginan cita-cita Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi.
Akibat lanjutannya negara kita terpuruk dalam bidang ekonomi. Spirit kebangsaan ditumbuhkembangkan untuk mengatasi keterpurukan ekonomi warisan orde lama, melalui konsep revitalisasi Pancasila. Namun ujung-ujungnya Pancasila secara manipulative diritualkan untuk mengamankan proses nepotisme, kolusi, korupsi dan kronisme. Karakter nasional menjadi identitasnya presiden sebagai penguasa. Pendidikan Pancasila diberikan sejak sekolah dasar hingga pendidikan tinggi tidak dihayati dan diamalkan dengan baik. Padahal pendidikan Pancasila merupakan salah satu dasar pendidikan karakter yang perlu dikembangkan untuk membentuk watak bangsa. Namun, pelaksanaannya dikembangkan sebagai doktrin nqasional tanpa dilakukan dihabituasi baik dilungkungan keluarga maupun masyarakat. Akhirnya dijadikan satire dan dipertanyakan keberadaannya.
Agar peristiwa tersebut diatas tidak selalu terulang kembali perlu formulasi kembali fungsi pendidikan nasional dengan lebih mengetengahkan pendidikan karakter yang terpadu pada berbagai bahan ajar. Para peserta didik diharapkan akan mampu mengatasi kendala persyaratan kerja di era global. Oleh karenanya fungsi pendidikan karakter ditujukan agar terbentuk karakter peserta didik yang kuat dan kokoh dan merupakan hal penting yang mutlak harus dimiliki peserta didik untuk menghadapi tantangan hidup di masa datang. Fungsi pendidikan karakter diharapkan dapat mendorong mereka menjadi anak-anak bangsa yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Diharapkan pula upaya dapat menjadikan pendidikan yang mempunyai bermakna bagi individu tidak hanya sekedar member pengetahuan konitif, tetapi juga afektif dan konatif pada kelompok bahan ajar keahlian dan keterampilan. Bukan pada kelompok bahan ajar pengembangan kepribadian dan kehidupan bermasyarakat.
Oleh karena itu 3 (tiga) fungsi pendidikan karakter perlu dikembangkan. Fungsi-fungsi tersebut adalah :
a.       Pembentukan dan Pengembangan Potensi, yaitu upaya membentuk dan mengembangkan manusia dan warganegara Indonesia berpikiran, berhati dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah Pancasila.
b.      Perbaikan dan Penguatan, yaitu upaya memperbaiki karakter manusia dan warganegara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan (kampus), masyarakat dan pemerintah untuk berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mengembangkan potensi manusia atau warganegara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera.
c.       Penyaring, yaitu upaya memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warganegara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.
Di samping itu, pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan. karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.


D.    Tedidik tapi karakternya jongkok

Di sini saya tidak mengajak untuk membenci atau bahkan melarang seseorang untuk mendapatkan pendidikan tinggi, sekali lagi bukan. Namun mari kita koreksi ada apa dengan pendidikan kita. Sekelas orang yang bergelar S1, S2, S3 atau bahkan Profesor seharusnya memberikan contoh dan teladan yang baik, bahwa semaki tinggi pendidikan seseorang, tentu akan semakin arif, bijaksana, dan hati-hati dalam kehidupanya.
Pendidikan tinggi seseorang yang tidak dibarengi dengan kepemilikan akhlak dan moral yang baik, justru akan menjadi penyebab kehacuaran. Di mana segala praktek kejahatan seperti korupsi dilakukan dengan sangat canggih. Jika orang biasa mencuri dengan nilai yang tak seberapa, itupun karena terpakasa, maka orang-orang yang berpendidikan tinggi dan katanya terdidik yang tidak dibarengi dengan akhlak dan moral yang baik akan melakukan perampokan tak terkira. Ironisnya sistem pendidikan kita sekarang masih mengarah untuk membentuk pribadi-pribadi yang pintar namun mengesampingkan akhlak dan moral.
Lihatlah seseorang yang ingin melamar pekerjaan atau masuk instansi-instansi pemerintah semuanya harus punya gelar sarjana. Kalau tidak jangan harap Anda akan diterima kala mau masuk untuk bekerja. Akibatnya banyak orang menghalakan segala cara. Asal bisa mendapatkan gelar sarjana. Ya di negeri ini gelar sarjana seolah segalanya. Dan pemerintah menjadi pihak yang paling bertanggung-jawab dengan keadaan ini.
E.     Model bangunan masyarakat terdidik
Masyarakat terdidik dengan pilar dasar berupa kecerdasan spiritual, intelektual dan kecerdasan emosional, mendorong terentuknya suatu ide masyarakat yang berkeadilan, masyarakat beradab. Ide masyarakat terdidik  ini difungsikan sebagai pilar yang menentukan bentuk  dan model kegiatan hidup social harus berakar pada kecerdasan spiritual, intelektual dan kecerdasan emosional, untuk kemudian mengerucut pada titik tujuan yang bernilai spiritual pula.
Melaksanakan kegiatan pendidikan menurut azas hakikat asal mula kehidupan, tujuan dan eksitensi kehidupan, kehidupan, kemudian  diharapkan dapat menghasilkan suatu kecerdasan terpadu antara potensi spiritual, intelektual dan potensi emosional. Dari keterpaduan tiga kecerdasan itu, maka bentuk dan bangunan masyarakat terdidik terdiri atas tiga lapis moralitas yang saling berhubungan secara kausal. Ketiganya itu merupakan unsur moral, yaitu moral bersukur, moral bersabar dan moral berikhlas.
Moral bersyukur, disimpulkan dari hasil analisis perenungan tentang hakikat asal mula manusia. Kebanyakan orang dapat mengidentifikasikan waktu dan tempat lahir secara fisis, tetapi sampai sekarang tidak satupun pikiran dan pengalaman yang menjelaskan asal mula ‘Tuhan’ misalnya, tetapi tidak satupun pikiran dan pengalaman mampu menjelaskan secara rinci mengenai diri Tuhan. Bahwa Tuhan hanya ada satu dan bersifat mutlak itulah yang dapat diketahui secara pasti. Fakta demikian mendorong suatu keyakinan yang mendorong pula muncul moral bersyukur. Tidak ada sikap menentang, memprotes atau menuntutm kecuali mensyukuri.
Mensyukuri sebagai sikap moral, mengadung suatu arti hakiki. Artinya, mengadung makna sangat mendalam, tersirat didalam suatu keteguhan hati, keyakinan total bahwa kehidupan ini adalah sesuatu. yang niscaya, bukan kebetulan belaka. Karena itu sungguh-sungguh adanya dan tidak bisa dipermainkan. Walaupun sering dapat disaksikan bahwa kehidupan ini penuh dengan permainan, tetapi bukan untuk dipermainkan begitu saja. Kalau harus bermain, seharusnya bermain dalam dalam kesungguhan. Jika permainan hidup ini dipermainkan dengan bermain-main, maka hasilnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Apabila setiap kegiatan tidak dilandasi dengan sikap dan moral tanggung-jawab, maka tidak terjadi keadilan dan akibatnya menjadi simpang siur. Kesimpang-siuran kehidupan adalah penyebab utama dari kebangkrutan hidup. Kelahiran bukan utnuk menjadi bangkrutm melainkan untuk menjadi berkembang-biak.
Sekanjutnya moral bersabar, disimpulkan dari perenungan terhadap eksitensi kehidupan ini. Seperti dapat disaksikan dengan pikiran dan pengalaman, kehidupan ini dipeuhi dengan keadaan serba labil, sarat perubahan dan kondisi yang tidak menentu. Dalam kenyataan bisa terjadi bahwa seorang yang kerja keras, hanya menghasilkan sesuap nasi yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok saja. Tetapi, ada orang yang bekerja tanpa memeras otak dan keringat justru  mendapat hasil berlebihan dari kebutuhan pokok. Kehidupan ini penuh tantangan, penuh ujian. Terhadap segala tantangan dan ujian adalah kewajiban bagi setiap orang untuk mengatasinya. Di sinilah diperlukan moral kesabaran, untuk  berbuat  secara tekun dan hati-hati. Jika tidak dilakukan dengan landasan moral ini, maka berbagai tantangan hidup dan persoalan hidup tidak pernah bisa diatasi. Akibatnya, menimbulkan kekecewaan. Dari satu kekecewaan ke kekecewaan lainnya berakumulasi, yang pda akhirnya hanya memungkinkan muncul moral negatif seperti mencuri, korupsi dan sebagainya.
Ketidak sabaran dalam menghadapi persoalan hidup, menyebabkan kehidupan menjadi rusak, tidak teratur ke arah mana gerak dinamika kehidupan ini. Karena kegiatan hidup tidak mengarah  menuju tujuan, berarti pandangan tentang asal mula dan tujuan hidup hanyalah sebatas dari hari kelahiran sampai hari kematian saja. Jika moral kesabaran tidak menjiwai perilaku, maka orientasi perilaku hidup hanya sebatas “kenikmatan material”. Orientasi kehidupan demikian, jelas membuka peluang seseorang untuk melakukan segala kegiatan menurut keinginan dan kepentingan sesaat. “Hidup ini untuk makan, bukan makan untuk hidup”, seperti disebutkan di atsa, adaah ungkapan yang beraku bagi mereka yang bermoral sabar.
Kemudian moral ikhlas, adalah hasil analisis perenungan tentang tujuan hidup. Hasilnya persis sama dengan ketika merenungi tentang asal mula kehidupan. Yaitu pikiran hanya mengetahui bahwa tujuan kehidupan itu ada, berhakikat satu dan bersifat mutlak. Seperti halnya hakikat asal mula bersifat misterius, begitu pula halnya dengan hakikat tujuan hidup. Jangankan tujuan hidup yang begitu jauh, sedangkan sesuatu yang mungkin terjadi dieso hari juga tidak mungkin dapat diketahui. Fakta misteri masa dating dan tujuan hidup mendorong manusia untuk harus menanamkan moral ikhlas.
Ikhlas adalah sikap moral menurut  dasar bahwa  segala sesuatu itu tidak bisa dimiliki. Karena hal itu memang bukan miliknya. Kehidupan ini juga terbukti bukan milik manusia, karena itu tidak bisa dimiliki. Fakta menyatakan bahwa lahir dalam keadaan telanjang, kemudian mati juga harus ditelanjangi. Segala sesuatu bisa dating, tetapi kemudian mutlak harus ditinggalkan. Tidak ada yang bisa dimiliki termasuk diri sendiri, kecuali ‘harapan’ dan ‘doa’.  Moral ikhkas, sebenarnya terbawa sejak lahir. Lahir sebagai leaki, perempuan, sebagai penyandang cacat, sebagai genius, selanjutnya hidup berkembang menjadi petani, guru, nelayan, dan sebagainya; kemudian harus menerima fakta kematian dalam keadaan bagaimanapun, semua bermakna keikhlasan.
Ada tiga hal yang di tekankan dalam kutipan diatas yaitu moral bersyukur moral bersyukur, moral bersabar dan moral berikhlas. Ketika kita di bentuk menjadi masyarakat yang terdidik dengan memenuhi ketiga hal itu maka kita akan menjadi manusia yang seutuhnya, dalam artian kita benar-benar dapat dikatakan mahkluk cipataan Tuhan yang mulia.
Dan ketika kita benar-benar merasakan makna dari mahkluk cipataan Tuhan yang mulia yang mempunyai akal dan budi maka dengan sendirinya semua tindakan yang  kriminal yang merugikan sesama kita tidak akan terjadi. Dengan begitu kita akan hidup dengan damai dan tentram tanpa ada rasa cemas dan takut.

Komentar